KEPRINEWS – Belum lama ini pernyataan dari Jaksa Agung ST Burhanuddin saat mengikuti audiensi bersama Komite I DPD RI mengatakan penegakan hukum dari Kejagung yaitu Satgas mafia tanah untuk lindungi hak rakyat.
Salah satu upaya penegakan hukum yang dilakukan Kejagung yakni pembentukan Satgas Mafia Tanah. Burhanuddin menekankan Satgas Mafia Tanah merupakan bukti keseriusan Kejagung dalam memberantas mafia tanah.
kehadiran Satgas Mafia Tanah juga untuk melindungi tanah negara agar tidak diserobot para mafia tanah. Burhanuddin berharap sinergisitas antara Kejagung dengan DPD dapat meningkatkan pengawasan jaksa di daerah. Menurutnya, sinergisitas itu penting agar penegakan hukum dapat berjalan konsisten, profesional dan berintegritas.
Melalui komitmen pemerintah seputar mafia tanah, Ketua Lembaga Komando Pemberantasan Korupsi (L-KPK) Kepri, Kennedy Sihombing, berharap pihak kejaksaan juga dapat menyoroti kejadian yang terjadi di sejumlah kawasan di daerah Sei Lekop, Kecamatan Bintan Timur Kabupaten Bintan.
Dijelaskan Kennedy, terdapat beberapa titik lahan telah di klaim oleh PT Bintan Properti-PT Exvasindo dengan cara pemasangan plang kepemilikan lahan.
Bahkan plang 2 nama perusahaan ini tertulis sertifikat nomor 00476 tanpa disebutkan berapa luas lokasi lahan. Di sertifikat itu juga tidak dijelaskan rincian keabsahannya seperti Hak guna Bangunan (HGB) atau Hak Guna Usaha (HGU).
Diketahui jejak rekam PT Esxasindo ini sudah sejak tahun 1991 tidak pernah beraktivitas dan mengelola lahan sampai kini muncul lagi nama baru PT Bintan Properti Indo.
“Kami berharap perusahaan yang tiba-tiba muncul mengklaim lahan yang dikelola warga puluhan tahun dengan cara pasang plang kepemilikan yang tidak bisa menunjukan surat sesuai prosedur bentuk kepemilikan lahan, agar menjadi atensi pihak berkompeten. Jadi sebisanya daerah ini terhindar dari mafia tanah yang datang dengan cara langgar aturan hukum,” tuturnya.
Singkat cerita, kata Kennedy, sekalipun perusahaan memiliki sertifikat asli HGB dan HGU namun tidak digunakan sesuai peruntukannya itu artinya dapat dibatalkan demi hukum berdasarkan UU Agraria nomor 5 tahun 1960 Pasal 27, Pasal 34, Pasal 40, yang mengakibatkan lahan terlantar.
Berdasarkan UU tersebut, perusahan wajib buktikan dalam kurun waktu 3 tahun harus mencapai progres peruntukannya mencapai 25 persen. (RED)