
KEPRINEWS – Penguasaan pertanahan atau lahan oleh PT buana Mega wisata (BMW) di area Kabupaten Bintan, akhirnya menuai perang dingin dengan masyarakat setempat, mulai dari warga Lome sampai ke Berakit.
Bayangkan 1 sertifikat hak guna bangunan (HGB) PT BMW mencapai jutaan meter seperti di SHGB no. 00010 yang diterbitkan tanggal 15 Juni 1998 luas tanah 9.430.250 M2 oleh kepala BPN tertulis nama Syamsul Kamar Yusuf.
Konflik pertanahan ini dikatakan warga Lome bahwa lahan warga masuk ke dalam HGB-nya. Sama halnya konflik dengan warga berakit. Hal tersebut sudah sampai ke pihak berwajib tapi belum tuntas sampai hari ini.
Dari fakta lapangan, sejak keluarnya sertifikat HGb PT BMW, sampai sekarang tidak kunjung membangun di lahan tersebut sesuai peruntukannya. Notabene lahan itu diterlantarkan. Dikarenakan menjadi lahan terlantar, maka masyarakat memanfaatkan lahan itu untuk bercocok tanam.
Seperti yang dikatakan Suhariady yang biasa disapa Acai sebagai ketua RT 07 Berakit, dimana pihaknya sudah berusaha dengan cara persuasif meminta izin memakai lahan ke pihak perusahaan untuk bercocok tanam, namun tidak ditanggapi pihak BMW.
“Baru-baru ini kami ke lagoi menjumpai pak jepri bersama 14 perwakilan masyarakat tani didampingi Kades Berakit untuk mengajukan permohonan untuk tidak mencabut tanaman yang telah ditanam oleh petani. Mereka bukan mau cari kaya atau hendak memiliki lahan tersebut. Tapi ada solusinya, malahan dilarang untuk dijadikan lahan pertanian oleh warga,” ucapnya.
Untuk itu, Acai dan masyarakat tani lainnya melaporkan hal ini ke Lembaga Komando Pemberantasan Korupsi (L-KPK) Kepri. Hal ini dibenarkan oleh Kennedy Sihombing sebagai Ketua L-KPK.
Kennedi berjanji akan menuntaskan konflik ini bersama tim-nya dan akan mengcroscek ke lapangan.
Tapi sebelumnya L-KPK akan mengumpulkan data-data terkait laporan masyarakat. Bahkan untuk warga lome pihaknya sudah melakukan ploting lokasi dan lahan warga tidak masuk dalam sertifikat. perbatasannya hampir 2 kilometer dengan PT BMW.
Perlu digarisbawahi sejumlah perusahaan yang masuk ke Kepri, khususnya di Bintan sangat mudah memperoleh SHGB yang ternyata di lapangan masih bersengketa dengan warga tempatan. Ironisnya lagi lahan yang dikuasai sampai berjuta-juta meter luasnya ternyata tidak sesuai digunakan sesuai peruntukan hingga menjadi lahan terlantar. (*)