KEPRINEWS – Memiliki rumah merupakan impian semua orang termasuk membeli dari Kredit Perumahan Rakyat (KPR) di Tanjungpinang. Sebagai bukti utama dari kepemilikan rumah adalah adanya sertifikat hak milik (SHM) yang disertai dengan dokumen lain seperti Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
PBB merupakan sebuah biaya yang harus disetorkan atas keberadaan tanah dan bangunan yang memberikan keuntungan dan kedudukan sosial ekonomi bagi seseorang ataupun badan. Karena PBB bersifat kebendaan, maka besaran tarifnya ditentukan dari keadaan objek bumi atau bangunan yang ada.
Disejumlah perumahan bersubsidi wilayah Tanjungpinang, salah satunya di Perum Gesya Batu 9, belasan pemilik rumah mempertanyakan pendataan rumahnya yang masih standar tipe 36 bisa menjadi 42 tercatat di SPPT-PBB dari BPPRD Kota Tanjungpinang yang ditandatangani oleh mantan Kepala BPPRD, Riany.
Salah satu warga yang merasa dirugikan, San (37), kepada KepriNews.co, mengatakan bahwa ia sama sekali melakukan renovasi apapun. Artinya tipe bangunan masih standar 36 bukan 42. Bahkan beberapa rekannya juga mengalami hal yang sama.
“Memang bukan hanya saya yang dibuat begini, dan bukan hanya diperumahan kami. Jadi pertanyaannya, teknis pendataannya seperti apa? Apa main tebak saja hingga masyarakat dirugikan. Atau memang tidak pernah turun lapangan hanya main tebak saja,” tanyanya.
Begitu juga yang dikatakan Udin, luas bangunan yang tertera di surat pemberitahuan pajak terhutang pajak bumi dan bangunan tahun 2022, Riany, tidak sesuai dengan faktanya.
“Rumah kami tipe (bangunan) 36 dan belum direnovasi. Tapi di SPPT-PBB dari BPPRD, dibuat jadi tipe 42. Jadi pajak yang kami bayar lebih besar,” tutur Udin.
Mantan Kepala BPPRD Kota Tanjungpinang, Riany saat dikonfirmasi permasalahan tersebut, ia menyarankan agar bisa mengklarifikasi ke kepala OPD yang sekarang.
“Saya sudah pindah, silakan ke BPPRD, tapi biasanya dikembalikan kelebihan bayarnya,” ujarnya.
Sementara itu, Pelaksana tugas (Plt) Kepala BPPRD Kota Tanjungpinang, Said Alvi menyampaikan, kekeliruan data ini terjadi kemungkinan dari sistem PBB.
Karena, sistem PBB ini pelimpahan Kantor Pajak Pratama (KPP) ke BPPRD sejak 2013 lalu.
“Kalibrasi dengan sistem BPPRD sejak 2013, mungkin di situ ada kesalahannya. Selanjutnya dari hasil pendataan sebelumnya, kita tak tau juga seperti apa mereka mendata,” sebutnya.
Namun demikian kata dia, dengan adanya jadwal jatuh tempo 31 Juli 2022 pembayaran PBB, pihaknya akan melakukan pemutakhiran data.
Atas keluhan masyarakat ini, ia juga meminta dukungan seluruh masyarakat agar bisa menyampaikan atau melaporkan segera kepada BPPRD.
“Karena terus terang saja staf kita tidak setiap hari turun ke lapangan, dan kejadian seperti ini memang banyak di perumahan lainnya. Nah, yang kita minta itu laporan masyarakat ke BPPRD, agar kita perbaiki datanya,” sebutnya.
Ia menambahkan, apabila ada kelebihan bayar, maka sesuai dengan aturan dalam Perda maka, kelebihan bayar tersebut akan dikembalikan.
“Namun, kalau ada yang rumahnya sudah direnovasi, tapi masih dibuat tipe 36. Nanti kami tagih kekurangan bayarannya,” sebutnya.
Ia menerangkan, kelebihan bayar bisa dikembalikan melalui penganggaran APBD perubahan 2022 ataupun APBD 2023.
“Nanti dihitung dulu berapa kelebihan bayarnya baru dianggarkan di APBD Perubahan,” tutupnya. (TIM)