KEPRINEWS – Presidensi G20 Indonesia memberikan perhatian terhadap isu konektivitas digital dan pemulihan pascapandemi Covid-19 yang menjadi salah satu isu prioritas Digital Economy Working Group (DEWG). Berangkat dari isu tersebut, DEWG akan menekankan pembahasan prinsip-prinsip inklusivitas, pemberdayaan, dan keberlanjutan dalam pemanfaatan teknologi digital.
Sekretaris Jenderal Kementerian Komunikasi dan Informatika, Mira Tayyiba, menyatakan pembahasan isu konektivitas digital dan pemulihan pascapandemi Covid-19 dilatari kondisi terkini, di mana kehadiran dan pemanfaatan teknologi digital telah menjadi sebuah keniscayaan.
“Tidak hanya menyoal pembangunan, tetapi lebih kepada lingkungan sosial dan aktivitas masyarakat sehari-hari. Merespons kondisi terkini dan sejalan dengan agenda Presidensi G20 Indonesia, maka Kementerian Kominfo yang dalam beberapa tahun terakhir melaksanakan agenda transformasi digital akan memberikan penekanan pada aspek infrastruktur, sumber daya manusia dan ekosistem digital dengan prinsip inklusivitas, memberdayakan, dan berkelanjutan,” ujarnya saat menghadiri Sofa Talk Series DEWG secara hibrida, dari Jakarta, Jumat (11/02/2022).
Menurut Sekjen Mira Tayyiba yang menjadi Chair DEWG Presidensi G20 Indonesia, prinsip inklusivitas, memberdayakan, dan berkelanjutan akan dibahas dari dua aspek, yaitu pemanfaatan teknologi digital dan keterkaitannya dengan sektor strategis.
“Pandemi ini menegaskan kembali urgensi kehadiran dan pemanfaatan teknologi digital. Saat mobilitas dan aktivitas fisik dibatasi, untuk bertahan dan berkembang, kita harus bermigrasi ke ruang digital. Ternyata ada kelompok adaptif yang bisa langsung memanfaatkan teknologi digital, dapat mengakses dan memanfaatkan. Namun, ada juga yang belum memiliki kesempatan ataupun akses ke layanan digital,” jelasnya.
Kesenjangan akses menjadi perhatian khusus Indonesia dalam mengangkat konektivitas dan pandemi dalam pembahasan DEWG, supaya Indonesia dan komunitas global dapat memperkecil kesenjangan akses teknologi digital.
“Kita ingin melihat apa yang disebut dengan kesenjangan, tidak saja terkait dengan keberadaan infrastruktur, tidak hanya masalah spasial. Ada daerah yang komersial, ada daerah 3T (terdepan, terluar, tertinggal) yang harus disediakan infrastruktur digital secara khusus,” tandas Sekjen Kementerian Kominfo.
Oleh karena itu, Kementerian Kominfo sebagai pengampu DEWG akan memimpin pembahasan layanan digital yang memperjuangkan kesetaraan dan inklusivitas untuk kelompok rentan, termasuk di antaranya adalah anak-anak.
“Saat ini, dengan adanya sekolah online, anak-anak selalu bersinggungan dengan teknologi digital. Mereka juga menggunakan internet untuk mencari bahan mengerjakan tugas sekolah. Akan tetapi, konten yang ada di internet tidak seluruhnya aman bagi mereka. Oleh karena itu, prinsip inklusivitas juga termasuk memastikan keamanan ruang digital (online safety) bagi anak-anak dalam penggunaan teknologi,” tutur Sekjen Mira Tayyiba.
Nilai Tambah Sektor Strategis
Sekjen Mira Tayyiba menjelaskan dinamika sektor strategis yang terus memanfaatkan teknologi digital selama pandemi Covid-19. Menurutnya, setiap pengampu kepentingan dalam sektor tersebut akan dilibatkan dalam pembicaraan Forum DEWG Presidensi G20 Indonesia 2022.
“Misalnya, aktor yang paling terdampak pandemi yaitu UMKM. Mereka bisa tumbuh dan berkembang di era pandemi dengan bermigrasi ke platform digital. Bisa dilihat bahwa bentuk pemanfaatan teknologi digital ini sangat beragam dan sepatutnya dapat dimanfaatkan banyak pihak,” ujarnya.
Sedangkan dari aspek penyediaan, Sekjen Kementerian Kominfo mencontohkan bahwa model bisnis konvensional perlu dipacu dalam merespons dan mengelola disrupsi yang disebabkan keberadaan teknologi digital.
“Saat ini sudah banyak perusahaan berbasis digital, misalnya over-the-top. Kita perlu perhatikan bagaimana menciptakan fair playing field antara pemain konvensional dengan yang berbasis digital,” ungkapnya.
Sekjen Mira Tayyiba menyatakan bahwa pembahasan mengenai migrasi aktivitas fisik ke ruang digital juga akan memperhatikan pembangunan infrastruktur telekomunikasi sebagai backbone atau tulang punggung layanan digital untuk masyarakat. Salah satu yang menjadi perhatian Kementerian Kominfo adalah upaya perawatan infrastruktur yang tersedia.
“Aspek ini patut diperhatikan, misalkan ketika terjadi bencana alam. Beberapa waktu lalu, terjadi aktivitas vulkanik di daerah Papua sehingga kabel laut kita putus. Akibatnya, akses layanan internet di sana terhambat,” tuturnya.
Di samping itu, menurut Sekjen Kementerian Kominfo, ketahanan terhadap infrastruktur digital atas serangan siber juga menjadi perhatian serius Pemerintah Indonesia. Dengan prinsip inklusivitas, pemberdayaan, dan keberlanjutan, Kementerian Kominfo juga akan membahas dalam isu konektivitas digital dan pascapandemi dalam Forum DEWG Presidensi G20 Indonesia.
“Prinsip-prinsip inklusivitas, pemberdayaan, dan keberlanjutan ini lebih dari sekadar kehadiran fisik, antara ada atau tidak ada. Fokus yang lebih utama adalah bagaimana kita bisa memanfaatkan teknologi digital secara produktif sehingga bisa menghasilkan suatu nilai ekonomi,” tandasnya.
Tanggung Jawab Digital
Salah satu aspek pembahasan DEWG yang berkaitan dengan konektivitas digital adalah mendorong solusi bagi Indonesia agar mobilitas dan interaksi fisik masyarakat tetap terjaga dan roda perekonomian tetap berjalan. Oleh karena itu, Kepala Departemen Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjajaran (FISIP Unpad), Arfin Sudirman, sebagai National Knowledge Partner DEWG menyatakan ekosistem digital harus menjadi sektor penting yang perlu diimplementasikan.
“Telah terjadi suatu revolusi, di mana dengan adanya pandemi ini, kita dipaksa menggunakan perangkat atau teknologi digital dan mendorong perekonomian untuk tetap berjalan,” ujarnya.
Berdasarkan hasil kajian Departemen HI FISIP Unpad, Indonesia sangat membutuhkan transformasi digital karena tidak semua masyarakat dapat menjangkau layanan Internet of Things.
“Fenomena ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia. Walau demikian, kita akan bergerak ke arah fenomena tersebut dan membuat sebuah konsep yang disebut sebagai digital responsibility,” papar Arfin Sudirman.
“Indonesia membawa isu konektivitas digital ke Presidensi G20 dengan tujuan agar inklusivitas dan empowerment itu bisa mencakup seluruh masyarakat dan tidak ada yang tertinggal dalam literasi digital,” tegasnya.
Kepala Departemen HI Unpad juga melihat bahwa negara anggota G20 yang maju dari bidang teknologi perlu memberikan digital responsibility kepada setiap negara di luar forum G20.
“Tentu saja kita harus paham bahwa pembentukan G20 itu sendiri sebetulnya dimulai dari krisis ekonomi. Diharapkan dari multilateralisme, muncul kerja sama internasional yang berdampak positif kepada seluruh dunia, baik dalam konteks digital maupun luar digital,” jelasnya.
Arfin Sudirman mencontohkan bahwa kehadiran negara-negara G20 memberikan dampak positif terhadap krisis ekonomi global 1998. Oleh karena itu, melalui Presidensi G20 Indonesia, Arfin berharap dapat menjawab persoalan global, terutama mengenai pemulihan pascapandemi Covid-19.
“Ini menjadi tanggung jawab kita semua, tidak hanya di negara-negara kaya, tetapi juga tanggung jawab kita untuk masyarakat. Artinya, kita harus giving back to the people. Apa yang kita dapatkan itu bermaslahat bagi masyarakat, tidak hanya di Indonesia tapi juga di dunia,” ungkapnya.
Dalam Sofa Talk Series, hadir Staf Khusus Menteri Kominfo yang menjadi Co-Chair DEWG, Dedy Permadi; Ketua Umum Masyarakat Telematika Indonesia, Sarwoto Atmosutarno; Ketua Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia, Arif Angga; dan Ketua Umum Indonesian E-commerce Association, Bima Laga. (*)