KEPRINEWS – Ketua Lembaga Komando Pemberantasan Korupsi (L-KPK) Kennedy Sihombing, dan tim L-KPK terus melakukan pembelaan terhadap petani di wilayah Kabupaten Bintan yang merasa diintimidasi oleh beberapa perusahaan besar yang mengklaim bahwa lahan tersebut adalah miliknya.
Melihat masyarakat petani yang terus tertindas dengan ulah perusahaan-perusahaan yang tidak dapat menunjukan legalitas izin yang benar, Kennedy bersama tim terus melakukan perlawanan membantu warga tempatan yang bercocok tanam.
Dikatakan Kennedy, kepada KepriNews.co Minggu (09/10/2022), dari hasil telusuran dan investigasi tim L-KPK, salah satu perusahaan yang didapati sudah dicabut HGU-nya seperti PT Bintan Plantations.
Ternyata dokumen HGU perusahaan tersebut telah limited berdasarkan nomor 3/81/594.3/TG.UBAN dengan luas 3000 hektar. HGU ini sudah dicabut hak-nya melalui surat Keputusan Menteri Dalam Negeri nomor SK.238/DJA/1985.
Diberikan hak guna bangunan seluas 1622 hektar kepada PT Surya Bangun Pertiwi pada tanggal 12 Juni 1993 nomor 614/HGB /BPN /1993 dan nomor 615 /HGB /BPN /1993. Jadi sisa tanah hak guna usaha PT Bintan Plantations yang sudah menjadi tanah negara seluas 1391,75 hektar yang d mohon oleh PT Bintan Makmur Sentosa.
Berdasarkan fakta di lapangan surat sertifikat HGB PT SBP bahwa dimunculkan statusnya masih bertumpang tindih dengan PT Bintan Plantation Estad karena sesuai dengan pengecekan NIB PT SBP lokasi masih berwarna PUTIH di dalam dan putih di luar.
Diceritakan Kennedy, belum lama ini, tepatnya di Desa Kebon RT/RW 005-007, Kelurahan Teluk Lobam, Kecamatan Sri Kuala Lobam, bersama tim lakukan pemantauan berdasarkan keluhan warga yang diterimanya.
Dimana, permasalahannya, masyarakat petani di tempat tersebut kesulitan terbitkan surat tanah. Ironisnya, ada sebagian warga sudah terbit alas hak, namun sebagian besar tidak bisa diterbitkan.
Jadi pertanyaan besar, kenapa alas hak tidak dapat diterbitkan? Ternyata lokasi tempat mereka garap lahannya telah diklaim perusahaan yang kini eksistensinya tidak tahu ke mana. setelah hilang muncul lagi perusahaan baru yang legalitasnya belum bisa ditunjukan.
“Warga tidak perlu takut kalau ada intimidasi oleh perusahaan yang tiba-tiba muncul mengklaim itu adalah tanahnya, sebelum perusahaan tersebut dapat membuktikan secara sah dan prosedur legalitas izin,” tuturnya.
Disayangkan, kenapa pihak pemerintah daerah terkesan lebih membelah pihak perusahaan dari pada memperjuangkan hak masyarakat yang telah puluhan tahun mengarap lahan. Seharusnya, pemerintah lebih bijaksana melihat masyarakat yang selalu tertindas dan diintimidasi dari pihak perusahaan yang notabanenya sudah cacat hukum, tidak melaksanakan perizinan berdasarkan dengan peruntukannya sesuai SOP.
“Kami bersama masyarakat di tempat ini akan terus berjuang menuntut hak kami, dan melawan perusahaan yang mengklaim tanpa membuktikan secara sah legalitas izin kepemilikannya. Kami sangat berharap hal ini menjadi atensi APH untuk dapat mendengarkan suara masyarakat,” tutupnya.
Sampai pemberitaan ini diterbitkan, pihak perusahaan belum dapat dikonfirmasi. (Red)