KEPRINEWS – PT Terira Pratiwi Development (TPD) memilki Hak Guna Bangunan (HGB) seluas 2.713 Hektar (ha) di kawasan Dompak Tanjungpinang.
HGB PT TPD kini beruba nama menjadi PT Kemayan Bintan (KB) dengan nama kepemilikan yang sama Suban Hartono.
Ketua Lembaga Komando Pemberantasan Korupsi (L-KPK) Kepri Kennedy Sihombing, kepada keprinews.co, Selasa (9/7), menjelaskan, bahwa pada awalnya Suban Hartono pemilik kedua perusahaan ini mempunyai program awal akan menciptakan Kota Satelit di Dompak.
Diuraikannya, pada tahun 1991 PT TPD melakukan pengukuran pengukuran koordinat tiap persil tanah, tanpa didamping Badan Pertamakan Negara (BPN). Luar lahan yang diukur dan dikuasai memiliki 2.713 hektar.
Setelah pengukuran lahan, pada bulan Mei 1995 terbitlah 5 sertifikat HGB, dengan masa berlaku sampai tahun 2024. Masing-masing sertifikat dan luas lahan sebagai berikut;
- Sertifikat NO 00871 denganluas 2.966.500 M2
- Sertifikat NO 00872 denganluas 3.974.330 M2
- Sertifikat NO 00873 dengan luas 2.112.900 M2
- Sertifikat NO 00874 dengan luas 3.216.590 M2
- Sertifikat NO 00879 denganluas 821.480 M2
Secara keselurahan ditambah lahan masyarakat yang diambil, total luas menjadi 13.091.800 hektar. Ganti rugi yang direalisasi ke warga sekitar 25 persen. Terdapat 60 persen area hutan mangrove dan hutan lindung bakau yang termasuk di 5 pemetaan Sertifikat HGB PT TPD.
“Saat pengukuran tidak melibatkan BPN, terjadi konflik dengan masyarakat sekitar yang belum tuntas. Dan PT ini tidak melakukan pembangunan yang diperuntukan untuk lahan yang dipakai. Jelas melanggar UU pertahanan dan berpotensi negara dirugikan dengan jumlah yang besar,” pungkasnya.
Lanjut Kennedy, di November 1996, terjadilah akta jual beli lahan dari PT TPD berubah nama menjadi PT KB. Hal ini tidak lagi sesuai dengan akte pendirian pada awal pengambilan lahan.
Dengan adanya kepemilikan HGB perusahaan ini, memicu polemik dengan masyarakat. BPN yang memiliki kewenang dalam kasus ini, merasa itu milik PT TPD atau PT KB dengan dasar acuan area HGB. Hal ini masyarakat merasa dirugikan.
Disebutkan Kennedy, perusahaan ini bukan hanya bermasalah dengan sejumlah warga, tapi, menimbulkan pertikaian antara pengusaha pertambangan dan PT TPD, PT KB.
Permasalahan yang terjadi, dilaporkan PT Kemayan Bintan ke aparat penegak hukum sampai masuk ke persidangan.
“Yang perlu digaris bawahi, bahwa pihak PT TPD atau PT KB, tidak pernah menunjukan bukti surat asli kepemilikan, baik per-persil atau HGB untuk diuji apakah berlaku di mata hukum atau hanya berdasarkan bukti foto copy saja,” tegasnya.
Terdapat sertifikat HGB nomor 00871, pemilik Subon Hartono, berdasarkan foto copy SHGB nomor 00871, ternhyata fiktif, palsu dalam perkara perdata nomor: 64/PDTG/2010/PN.TPI.
Diketahui program awal Suban Hartono untuk memenuhi syarat dan persetujuan dari Menteri Negara Penggerak Dana Investasi/Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal, dengan nomor: 01/V/PMA/96, nomor proyek: 8310/9490-09- 012239, tertanggal 02 Januari 1996, didasarkan pada HGB nomor: 00871 yang diklaim Suban Hartono sebagai pemiliknya.
Adapun jenis-jenis proyek dan rencana produksi yang disepakati yaitu
- Jasa Rekreasi
- Wisata Tirta
- Perumahan
- Lapangan Golf
- Marina & Hause
- Rumah sederhana, rumah menengah dan rumah mewah, dengan jumlah masing-masing 36 Hole 2 unit, 6.000 unit, 1.800 unit dan 600 unit.
- Rumah Toko (RUKO) 800 unit.
Jadwal waktu penyelesaian proyek nomer: 8310/9490-09-012239, sesuai yang tertuang dan ditetapkan dalam surat persetujuan Kementerian Investasi/BKPM bernomor: 581/I/PMDN/1995, tanggal 18 Oktober 1995.
Selanjutnya nomor: 01/V/PMA/96, tertanggal 02 Januari 1996, yaitu sampai tanggal 18 Oktober 1998.
Kementerian Investasi/BKPM memberikan persetujuan terhadap proyek dari jenis-jenis pembangunan berdasarkan SHGB nomor 00871 dan penyertaan modal asing serta peserta Indonesia berjumlah Rp30 miliar.
Faktanya, rencana pembangunan yang dijanjikan Suban Hartono pemilik PT Kemayan Bintan, atas peruntukan lahan, tidak satupun yang direalisasikan. Hal ini bermuara pada kerugian negara yang tidak menerima pajak dari sejumlah pembangunan yang disepakti perusahaan ini.
Dalam hitung sementara, negara rugi dari segi pajak diperkirakan ratusan miliar rupiah bahkan mencapai triliunan rupiah.
“Untuk itu kami minta BPN dan instansi terkait dapat melihat perkara ini dengan kaca mata perundang-undangan yang berlaku. Kepemilikan PT KB telah cacat hukum, melanggar prosedur dan tidak melakukan isi perjanjian penggunaan lahan. Bahkan berpotensi sudah merugikan negara dari perpajakan. Bertahun-tahun lahan yang memiliki luas ribuan hektar tidak dimanfaatkan menjadi tanah terlantar,” tutup Kennedy.
Sampai berita ini diterbitkan pemilik dan pengurus PT TPD dan PT KB belum dapat dikonfirmasi. (red)