KEPRINEWS – Akibat sepinya pembeli, Pedagang Kaki Lima (PKL) yang sempat mengisi Pasar Sore Bintan Center (Bincen) Tanjungpinang memilih keluar dan kembali berjualan di trotoar pinggir jalan.
Salah satu pedagang, Dinda mengaku dagangannya sering busuk akibat tak ada pengunjung yang datang ke pasar sore tersebut.
“Sepi sekali ya ampun, dagangan juga sering busuk. Paling tidak pendapatan hanya Rp15-30 ribu per hari saja,” kata Dinda, Jum’at (6/12/2024).
Hal ini, membuat dirinya dan pedagang lain kompak keluar dan kembali berjualan di tempat sebelumnya. Sebab jika terus bertahan, tak akan ada pemasukan bagi para pedagang.
Apalagi, berjualan di trotoar tak mengeluarkan biaya sewa, berbeda dengan lapak di Pasar Sore. Para pedagang akan dipatok biaya sewa sebesar Rp40 ribu per hari, meskipun biaya sewa ini belum diwajibkan di awal penempatan.
“Kalau disini (trotoar) tidak bayar, kalau disana setelah beberapa bulan akan bayar. Disini juga pendapatan bisa mencapai Rp200-250 ribu per hari, jauh jika berjualan disana (Pasar Sore),” ungkapnya.
Sebelumnya, kata dia, pegawai dari instasi terkait telah mendatangi para pedagang yang berjualan di trotoar dan mengimbau agar mereka mau pindah lagi ke Pasar Sore.
“Tapi kami minta tetap berjualan disini saja, karena kalau pindah kesana kasian tak ada yang beli dagangan kami,” harapnya.
Pedagang lainnya, Ferry menambahkan, bahwa dirinya sebelumnya telah berjualan di pasar sore selama satu bulan lebih. Namun karena kondisi pasar yang sepi, ia bersama pedagang lainnya memilih berjualan kembali di trotoar.
“Saya bersama tiga pedagang lainnya paling terakhir keluar dari pasar sore, berjualan disini (trotoar) baru sekitar satu mingguan ini,” ujarnya.
Ia menyebut, bahwa para pedagang sebelumnya sempat mengeluh kepada pemerintah terkait sepinya pembeli, namun keluhan tersebut belum ada solusi sehingga mereka memilih keluar.
Mereka juga berharap, bisa tetap berjualan di trotoar ketimbang harus kembali berjualan di pasar sore, sebab kondisi pasar yang kurang menguntungkan bagi mereka.
“Terkadang lucu, saking sepinya, kita pedagang hanya melihat satu sama lainnya karena tidak ada pengunjung. Sementara berdagang inikan mata pencaharian kami, tapi kalau tidak ada pembeli bagaimana bisa makan,” pungkasnya. (un)