KEPRINEWS – Diketahui dari Kementerian Pertanian (Kementan) telah mengeluarkan regulasi yang mengatur kualitas beras, meliputi premium, medium, dan beras khusus. Untuk beras medium dan premium, harganya sudah diatur dengan harga eceran tertinggi (HET) yang dikeluarkan Kementerian Perdagangan.
Dalam hal ini, masih banyak masyarakat yang tidak mengetahui mana beras yang memiliki kualitas bagus dan tidak secara detail. Pada umumnya masyarakat hanya melihat dari fisiknya saja dan tidak mengetahui secara detail.
Apabila beras tidak berbau, bersih dan memiliki harga lebih mahal, dianggap masyarakat beras itu berkualitas baik. Lenny (36) salah satu pedagang beras di Pasar Batu 10, Tanjungpinang, mengakui mayoritas ibu rumah tangga atau pembeli beras tidak mengetahui mana beras yang memiliki kualitas baik.
“Rata-rata tidak paham mengenai kualitas beras yang baik, dianggap kalau mahal pasti bagus, dan kalau murah itu tidak terlalu bagus. Nanti setelah masak baru tahu. Kami saja hanya penjual beras eceran kadang tertipu, dimana hanya berpatok pada merk beras. Tapi anehnya, dengan merk yang sama, tapi model dan kualitas beras kok bisa berubah,” ucap Lenny Minggu (06/10/2019), di pasar Bintan Centre saat di konfirmasi KepriNews.co.
Informasi Badan Standardisasi Nasional (BSN), beras terbagi atas 4 klasifikasi Standar Nasional Indonesia (SNI) mutu beras, yaitu premium, medium I, medium II, dan medium III. Syarat umum pada beras, yakni bebas hama dan penyakit, bebas bau apek, asam atau bau asing lainnya, bebas dari campuran dedak dan bekatul, dan bebas dari bahan kimia yang membahayakan konsumen.
Premium Syarat khusus beras yang dikategorikan premium diantaranya, derajat sosoh mencapai 100 persen. Derajat sosoh merupakan tingkat terlepasnya aleuron (kulit ari) yang melapisi biji beras.
Selain itu, tingkat kadar air maksimal 14 persen. Kadar air ini ditentukan dari jumlah kandungan air di dalam butir beras. Sementara itu, untuk kategori beras medium I, memiliki derajat sosoh minimum 95 persen, medium II 90 persen, dan medium III 80 persen dengan batas maksimum kadar air 14 hingga 15 persen.
Kemudian, untuk beras medium, memiliki butir patah atau beras pecah (broken) maksimal 20 persen untuk medium I, sedangkan untuk medium II maksimal 25 persen, dan medium III maksimal 35 persen. Beberapa kategori tersebut harus diukur menggunakan alat-alat khusus untuk membedakan beras medium dan premium.
Membedakan beras premium dan medium, pertama, dari perbedaan warna atau tingkat kecerahaan tampilan beras, jika lebih terang maka bisa dikategorikan beras premium. Kedua, yang paling mudah dibedakan adalah tingkat beras pecah atau broken, jika tingkat beras pecah sedikit maka bisa dikategorikan beras premium.
Dapat dibedakan dari tingkat kotoran seperti gabah, batu, hingga kulit ari yang terbawa dalam beras. Jika beras medium maka akan mudah ditemukan kotoran yang terbawa dalam beras.
Pengeluhan ibu-ibu rumah tangga, bahwa dengan mengelabui lewat jenis merk beras yang dipatok dengan harga premium, yang awalnya beras itu enak, sesuai standart beras premium, selang satu bulan berubah lagi, setelah itu kembali lagi pada standartnya.
“Jadi permainan pengusaha nakal untuk mencampur beras itu sepertinya selang seling setiap bulan. Contoh beras Sankist beras favorit keluarga kami, selalu berubah jenis berasnya. Makanya saya beli sekarang hanya 5 kilo gram saja,” tuturnya N Aseng ibu rumah tangga berdomisili di Batu 10
Lanjutnya, jangan menggunakan merk beras premium isinya capuran beras bulog, atau medium 3, tapi harganya premium. Harapan kami pihak berwajib untuk dapat mengungkapkan oknum-oknum pengusaha beras yang nakal dan merugikan masyarakat. (Redaksi01)