KEPRINEWS – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kepri, memiliki jumlah kuota Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) sebanyak 4.495 orang, di akhir tahun 2024.
Dari jumlah ini, dilakukan dua gelombang pendaftaran. Tahap I, sudah dimulai pada 1 Oktober hingga 20 Oktober 2024. Tahap 2, akan dilakukan pada tanggal 17 November hingga 31 Desember 2024.
Salah satu pegawai Pemprov Kepri (namanya dirahasiakan-red), kepada keprinews.co, Senin (4/11), membeberkan, adanya dugaan manipulasi data atau pemalsuan dokumen, seperti surat pengalaman kerja yang melibatkan oknum pegawai Badan Kepegawaian Daerah (BKD) dan KORPRI Pemprov Kepri.
Proses rekrutmen PPPK kali ini, terus menuai sorotan tajam publik. Termasuk sejumlah pegawai honorer Pemprov yang merasa dirugikan, dan mencurigai adanya indikasi kecurangan, sehingga beberapa para honorer tersebut, Senin (4/11), mendatangi kantor BKD Kepri.
Dugaan manipulasi data pada formasi pengadaan PPPK, gelombang pertama yang sudah dilakukan, menghilangkan peluang menjadi PPPK bagi honorer yang sudah mengabdi sekian lama di OPD tersebut.
Begini modus yang dilakukan oknum pegawai BKD, yang diduga terjadi di Dinas Pendidikan (Disdik), juga terjadi di Dinas Kesehatan (Dinkes) Kepri. Contoh kasusnya, ada pegawai honor tata usaha, di salam satu SMA di Tanjungpinang, mendapatkan surat pengalaman kerja dari Dinkes Kepri.
Pemalsuan dokumen yang menjadi syarat utama pada seleksi PPPK, di mana, seolah-olah honorer tersebut, telah bekerja selama dua tahun, di Bidang Sumber Daya Kesehatan, Seksi Sumber Daya Manusia Kesehatan, Dineks Kepri.
“Kok honor yang bekerja di tata usaha SMA, bisa mendapatkan bukti pengalaman kerja sebagai tenaga kesehatan. Ini jelas perbuatan melawan hukum yang harus ditindak lanjuti dan menjadi atensi aparat penegak hukum (APH),” ungkapnya, sambil menyerahkan sejumlah data dokumen indikasi manipulasi data yang ada ke wartawan, juga meminta agar namanya jangan disebut.
Termasuk dua orang honor yang bertugas di Puskesmas Tanjungpinang, sebagai bidan, yang satu lagi dokter. Dulunya mereka pernah bekerja di Pemprov, tapi sudah lama pindah di Puskesmas Tanjungpinang, dan telah mendapatkan SK dari Pemko.
Seirama dengan itu, salah seorang pegawai Dinkes (namanya dirahasiakan), kepada media ini, membenarkan telah mengeluarkan dokumen surat pengalaman kerja fiktif, ke beberapa pegawai honor, sesuai arahan oknum pegawai BKD yang memaksa pihak Dinkes untuk menerbitkannya.
“Jujur aja kami rasa kecewa dengan menerbitkan dokumen tersebut. Seharusnya pihak BKD dapat memberikan contoh dan teladan yang benar, apa lagi soal administrasi yang menyangkut data penting kedinasan,” cetusnya.
Di hari yang sama, media ini kembali melakukan konfirmasi ke oknum pegawai BKD Kepri yang meminta Dinkes untuk membuat dokumen surat tersebut. Dikatakan oleh oknum pegawai, berinisial Y, agar konfirmasinya langsung ke Kepala BKD.
Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) dan KORPRI Yeny Trisia Isabella, menyangkal kalau ada pihak BKD yang meminta dokumen pengalaman kerja, apa lagi yang dibilang honor tata usaha di SMA.
“Kami di BKD terus memperjuangkan pegawai honor menjadi PPPK. Kasian mereka sudah lama bekerja kalau ada yang tak lulus menjadi PPPK. 3.786 orang peserta untuk formasi PPPK tenaga teknis, 463 tenaga guru dan 188 untuk tenaga kesehatan,” jelasnya.
Dirinya menepis isu atau kabar miring yang mengarah ke BKD. Pasalnya, dari pihak BKD sudah melakukan semua persyaratan dan tahapan-tahapan proses seleksinya dengan benar.
“Yang disebut dua tenaga kesehatan dan dokter gigi itu masih SK dari Dinkes Kepri, dan masih terdaftar di database BKN sebagai pegawai honor di Pemprov,” cetusnya.
Salah satu syarat yang bisa ikut seleksi PPPK yaitu pegawai honor yang telah bekerja selama dua tahun secara terus menerus di OPD terkait, dengan memiliki keahlian sebagaimana yang diuraikan pada aturan dan syarat PPPK 2024.
Menanggapi hal ini, Ketua Lembaga Pemantau Kinerja Pemerintan (LPKP) Mhd Hasin, menambahkan, dokumen persyaratan yang disebut-sebut paling rawan dipalsukan yaitu SK honorer bagi tenaga guru dan kesehatan.
Motifnya dapat berupa penambahan masa kerja, dari yang belum genap 2 tahun menjadi cukup 2 tahun atau lebih, apa lagi yang tidak sesuai dengan tempat dia bekerja. Artinya itu dokumen fiktif. Data yang dipalsukan dan tidak dapat dipertanggungjawabkan, ada kosekuensi hukumnya.
“Kami dan beberapa teman LSM lainnya akan mengusut indikasi praktek curang pada proses seleksi PPPK. Mungkin saat ini, isu praktek curang belum terendus oleh APH. Tapi secepatnya kami akan membuat laporan ke Kejati Kepri agar dapat ditindak lanjuti, bila terbukti, biar dijadikan contoh bagi yang lain apa bila ingin melakukan pemalsuan dokumen,” terangnya. (tim)