KEPRINEWS – Melirik kekayaan alam Kabupaten Natuna, baik itu di laut maupun di darat (hutan-red) dengan kayu-kayu yang berkualitas, membuat para pembeli dan pelaku illegal logging semakin marak disana. Pembalakan liar atau penebangan kayu tanpa dokumen lengkap (izin resmi), itu adalah perbuatan melawan hukum.
Illegal logging merupakan pelanggaran pidana Pasal 50 ayat (3) huruf e UU 41/1999, diatur di pasal 78 ayat (5), dengan sanksi pidana paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp5 miliar. Menebang pohon, memanen atau memungut hasil hutan tanpa izin, masuk kategori pelanggaran tersebut, yaitu jatuhnya pidana. Hal ini dikatakan oleh Yusni salah masyarakat yang sering melihat aktivitas penebangan liar di Natuna.
Yusni mengatakan, meski sudah diatur dalam undang-undang dengan ancaman pidana untuk hal ini, namun bisnis terlarang itu masih terus berjalan dan beraktivitas di hutan Natuna sampai saat ini.
“Disadari faktor yang mendorong pelaku ini terus meningkat, sebab perkembangan penduduk dan kebutuhan kayu yang meningkat, harga kayu yang murah, dan gampang didapati. Ini lah faktor pendorong (driving force) tindakan pembalakan yang harus kita perangi,” pungkasnya.
Salah satu contoh kecil aktivitas pembalakan liar itu marak terjadi di area Desa Tajung Sebauk Sedanau Timur. Ketua Badan Permusyawarah Desa (BPD) Desa Tanjung Sebauk Sapiran, membenarkan hal tersebut dan menceritakan proses bisnis kayu illegal tersebut.
Sapiran menceritakan,apa bila ada pembeli yang datang untuk mencari kayu yang dihasilkan dari penebangan liar, dengan bermacam-macam ukuran kayu, biasanya pembeli itu diantar ke pulau dengan mengunakan pompong. Pulau yang dimaksud yaitu, Pulau Tiga, Midai, Ranai dan beberapa pulau lainnya.
“Untuk harga satuan kayu hasil illegal logging itu bervariasi, namun harganya tetap dibawa harga dari kayu yang resmi. Kayu hasil pembalakan liar tidak bisa ditentukan. Biasanya jumlah kayu illegal logging yang mau dijual ke pihak ketiga dikumpul sampai sekitar dua ton. Tergantung pemesanaan pihak ketiga,” ujarnya.
Lanjut Ketua BPD, melihat aktivitas para pelaku illegal logging untuk mencari kayu, mereka bertahan minimal sampai 15 hari, baru keluar hutan. Bahkan ada yang lebih lama di dalam hutan. Hal itu untuk memenuhi permintaan para pembeli kayu.
Terkait kayu illegal loging ini, Sapiran mengakui tidak pernah tau kalau perbuatan ini merupakan tindakan melawan hukum atau pidana. Jadi hal itu sudah membudaya di sebagian masyarakat. “Lantaran, sampai saat ini tidak ada larangan atau sosialisasi mengenai pembalakan liar atau illegal logging dari pemerintah, dimana penebangan liar tanpa izin yang sah dan dokumen yang lengkap, adalah perbuatan pidana atau melanggar hukum,” ungkapnya.
Kepada Kepri News baru-baru ini, dikatakan Sampiran, bahwa ada gudang penampungan kayu hasil dari illegal logging yang bersebelahan dengan rumahnya. Pemilik gudang penampung kayu tersebut merupakan PNS yang bekerja sebagai guru di SDN Desa Tajung Sebauk Sedanau Timur bernama Bahrum.
“Setahu saya, dulunya Bahrum ini pernah berhadapan dengan hukum, dimana ia pernah terjaring razia oleh petugas. Karena Bahrum ini dari dulu sudah terkenal pebisnis kayu hasil penebangan liar, yang harganya lumayan murah, dibanding dengan kayu resmi yang ada,” terangnya.
Muhalim salah satu warga di Ranai, yang tidak setuju dengan aktivitas ini, menambahkan, dimana daerah hutan Natuna merupakan ladang pelaku pembalakan liar yang tidak pernah lepas dari ancaman illegal logging. Aktivitas pembalakan liar ini terus berkembang, dikarenakan, tidak ada pencegahan atau larangan yang tegas.
Dapat dikatakan, aktivitas illegal logging mendapatkan peluang yang besar, sebab, tindakan hukum, atau larangan dari pemerintah setempat, tidak dilakukan.
“Konsekuensinya pembalakan liar menjadi satu mata pencaharian masyarakat yang telah membudaya. Walaupun aktivitas ini sangat berdampak buruk bagi kelangsung makhluk hidup dan keindahan hutan, yang juga bisa menyebabkan terjadinya banjir, kekeringan, erosi dan dapat menjadi faktor bencana alam,” ujarnya.
Kami mengharapkan Pemda Natuna dan Kepolisian bahkan instansi terkait dalam hal itu, dapat melakukan tindakan preventif dan represif yang serius dan tegas ke pelaku pembalakan kayu, demi menyelamatkan hutan Natuna yang ada. Kerugian negara juga terjadi dengan aktivitas illegal logging yang tidak pernah membayar pajak, bahkan sangat merugikan perdagangan kayu yang resmi.
“Dengan itu, biarlah tindakan sesuai hukum yang berlaku itu di hidupkan kembali dalam pelarangan penebangan ilegal. Apa bila pemerintah dan masyarakat bisa bersama mengabil sikap yang menyelamatkan hutan, dengan memerangi perbuatan illegal logging, ini bisa meminimalisir angka operasi pembalakan liar di Natuna,” pintahnya.
Penulis: Ilham