KEPRINEWS – Pembangunan rumah Suku Laut Kabupaten Lingga oleh Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (DPKP) Kepri, terindikasi aroma korupsi, dinilai banyak polemik serta jauh dari aturan yang telah ditetapkan.
Ketua Jaringan Pengawas Kebijakan Pemerintah (JPKP) Adiya Prama Rivaldi, menepis klarifikasi Said Nursyahdu sebagai Kepala DPKP Kepri serta press realase Diskominfo Kepri yang mengatakan proyek Mangkrak.
“Mereka mengatakan aturan, kami menilai mereka yang tidak mengerti aturan, berpendidikan tinggi tapi tidak mengerti apa-apa, dan kapan kami mengatakan mangkrak kalau belum rampung. Beberapa progres pembangunan rumah suku laut di Pulau Linau Batu,” ujar adiya saat di konfirmasi, pada Sabtu (3/02).
Menurutnya, kepala DPKP tidak mengerti peraturan tentang pedoman swakelola Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Model Dokumen Swakelola.
“Sudah jelas dalam aturan itu mengatur masalah kontrak dan addendum yang bisa diaddendumkan hanya masalah administrasi dan keadaan Kahar(Bencana Besar). Dia (Kepala DPKP Kepri) mengerti apa tidak,” ujar adiya lagi.
Lanjutnya lagi, dengan kontrak kerja berawal bulan Maret 2023 hingga Februari 2024 tidak rampung itu menjadi sebuah permasalahan yang tidak masuk akal.
“Dimulai pada maret 2023, sekarang sudah Februari 2024, apa iya di Lingga ada bencana alam sangat besar, sehingga terus diaddendumkan,” ucap tanyanya.
Adi juga terlihat bingung perkara aturan yang disebutkan Said Nursyahdu terkait perpanjangan waktu addendum waktu selama 50 hari.
“Aturan mana yang mengatur swakelola type 4 untuk addendum waktu 50 hari ke depan, yang bijaklah, ini kan punya Pokmas jangan jangan mereka yang bermain sendiri kalau seperti ini,” ujarnya.
DPKP juga diduga melanggar aturan Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor: 403/KPTS/M/2002 Tentang Pedoman Teknis Pembangunan Rumah Sederhana Sehat (Rs SEHAT) Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah.
“Kita juga menilai mereka melanggar aturan Keputusan Menteri Permukiman 403 tahun 2002 tentang rumah sederhana sehat, masak rumah cuma kotak gitu saja kayak gudang. Toilet gak ada kamar tidak ada, mereka ini niat memberi bantuan apa tidak,” ungkapnya dengan tegas.
Ditambahkan lagi oleh salah satu aktivis pemuda Tanjungpinang, Alfi, menilai DPKP Kepri merupakan penyumbang proyek gagal dan tabrak aturan paling banyak di Pemprov Keri. Melihat banyak proyek yang tidak prosedur, cacat adminstrasi.
Bahkan kebijakan Kepala DPKP Said Nursyahdu, mengeluarkan SK ke salah satu pejabat fungsional dinas, memegang 700 proyek, pada hal batas waktunya hanya 260 hari kerja, ini tidak wajar.
Melalui SK-nya itu, jelas akan menghambat pergerakan pembangunan , mengSK-kan ke pegawai yang bukan bidangnya, tidak punya skill di bidang ini.
Kebijakannya itu mengarah ke kepentingan pribadi, memperkaya diri dan kelompok. Makanya sempat viral di media sosial dan media online, dimana, Said Nursyahdu melarang pegawai DPKP di salah satu rapat dinas.
Dan ternyata larangan HP karena isi rapat membicarakan setoran, fee proyek. Rapat dinas seharusnya bicarakan tentang kemajuan daerah dan program.
“Kami masyarakat meminta aparat penegak hukum untuk periksa proyek-proyek di DPKP, dan periksa kebijakan Said Nursyahdu, soal SK ke salah satu pejabat fungsional. Sebab ini terindikasi KKN, dan hambatan pembangunan daerah,” harapnya.
Anehnya, Gubernur Kepri Ansar Ahmad, yang sudah tahu masalah di DPKP, namun tidak ada respon perbaikan yang nyata di mata masyarakat untuk Kadis DPKP yang terus mencuat kabar negatifnya ke publik. Jangan sampai hanya sebatas asal bapak senang.
Apakah Gubernur Ansar punya niat bantu masyarakat suku laut atau tidak? Kalau benar punya niat bantu mensejahterakan masyarakat, kenapa bangunan rumahnya hanya berbentu kotak. Tidak ada kamar dan tidak ada toilet.
Apa bagi gubernur bangunan rumah itu layak untuk ditinggal manusia? Coba cek kualitas bangunannya, termasuk dindingnya. Sudah begitu, sampai saat ini pembanguna tersebut belum bisa dimanfaatkan, dan terjadi polemik.
“Pak gubernur yang terhormat, kita tak boleh beranggapan rendah dengan orang lain, sehingga bangun rumah untuk manusia tinggal, hanya berbentuk kotak, tanpa kamar dan WC. Bantuan pembangunan hunian bernilai Rp7 miliar, untuk Revitalisasi 200, ini yang tinggal per rumah adalah keluarga. Jadi mereka mau tidur dimana,” ucapnya
Sampai berita ini diterbiatkan Kepala DPKP Kepri tidak dapat dikonfirmasi. (red)