Akibat kesalahan merepresentasi suatu gambar yang tidak berdasarkan fakta dan data, sumber jelas yang telah viral di media sosial menjangkau banyak segmen, sampai di kalangan anak-anak, menciptakan reputasi buruk kepada kepala daerah Kota Tanjungpinang, menjadi fitnah, pencemaran nama baik. Dampak penginterpretasian gambar yang menimbulkan multitafsir kegaduhan dan polemik di tengah masyarakat, wajib dipertanggungjawabkan secara hukum.
KEPRINEWS – Setelah dilakukan klarifikasi oleh Walikota Tanjungpinang Rahma, lewat Pengacara Pemko Tanjungpinang Agung Wiradharma, atas dasar foto yang dikemas menjadi informasi hoakx, mendapat tanggapan positif dari berbagai khalayak.
Ketua CINDAI Kota Tanjungpinang, Samiun kepada KepriNews.co, baru-baru ini mengatakan, sangat menyayangkan tindakan penyebaran informasi yang tidak akurat sehingga menimbulkan kegaduhan dan multitafsir di tengah masyarakat.
Seharusnya gambar yang dijadikan berita asusila, mesum dapat menjelaskan kejadiannya, kapan dan dimana, memberikan keterangan yang diyakini ada unsur asusilanya. Sebab itu menjadi fundamental dari suatu informasi. Jangan hanya berdasarkan gambar hingga merusak nama baik dan citra seorang walikota.
“Dalam waktu dekat kami akan melaporkan sumber kasus pencemaran nama baik kepala daerah, pasalnya sudah menjadi viral yang berpotensi menyebabkan perpecahan dan dampak buruk,” tegasnya.
Irama yang sama ditambahkan oleh tokoh masyarakat Tanjungpinang, Mahdi Ambon, memberikan dukungannya kepada tim pengacara Pemko dan walikota, agar pelaku penyebaran informasi yang merusak nama baik biar diproses secara hukum.
Anggota Lembaga Pemantau Kinerja Pemerintah (LPKN) Yenny, kepada KepriNews.co, Senin (02/08/2021), menambahkan, pencemaran nama baik kepala daerah salah satu pemicu hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap sistem pemerintahan yang dipimpinnya.
Disayangkan apabila ada penyampaian informasi atau menyajikan suatu berita
yang tidak mementingkan kode etik yang patut diketahui khalayak. Memproduksi informasi yang tidak memiliki unsur unsur kelayakan suatu berita, sehingga berdampak buruk dan terjadi ujaran kebencian yang meliputi penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, perbuatan tidak menenangkan, memprovokasi, menghasut, dan penyebaran berita bohong.
Hate speech atau ujaran kebencian dalam bentuk orasi, spanduk, jejaring media sosial, penyampaian pendapat di muka umum, media massa cetak maupun elektronik, sampai pamflet, semua punya aturan main yang diatur oleh UU dan siap dengan pertanggungjawaban pidana.
Dalam hal ini, diketahui pertanggungjawaban pidana ketika memenuhi unsur yaitu
– Ada suatu tindakan (commission atau omission) oleh si pelaku.
– Memenuhi rumusan-rumusan delik dalam Undang-undang.
– Tindakan itu bersifat melawan hukum.
– Pelakunya harus bisa dipertanggungjawabkan.
Lanjutnya, sejumlah orang cenderung percaya hoax jika informasinya sesuai dengan opini dan sikap yang dimiliki, walaupun informasinya itu tidak berdasarkan fakta dan data yang diuji kebenarannya.
“Harapan kami, dengan adanya tindakan hukum, ini menjadi efek jera, agar tidak segampang itu merusak reputasi dan nama baik orang tanpa pembuktian yang dapat diyakini atau sumber yang bisa dipertanggungjawabkan. Karena masyarakat butuh informasi yang sehat, benar mengedukasi serta bermanfaat, bukan yang menimbulkan multitafsir dan polemik,” tutupnya. (01)