KEPRINEWS – Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (DPKP) Kepri, saat ini menuai kecaman dari berbagai elemen masyarakat, termasuk aktivis, LSM, dan mahasiswa.
Terkait sejumlah dugaan proyek bermasalah di 2023, mulai dari perencanaan, proses tender, kualitas dan indikasi korupsi lainnya.
Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kepri, Heri Purba, menyoroti pelaksanaan pembangunan daerah 2023, melalui DPKP, yang mengelola ratusan proyek.
Sejatinya, ratusan proyek ini telah memberikan nilai tambah untuk kepentingan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Realita yang ada dan mencuat ke publik hanya deretan kasus proyek dan permasalahannya.
Salah satunya, kegiatan revitalisasi rumah bernilai Rp7 miliar, untuk Revitalisasi 200 rumah Suku Laut di Lingga, yang tidak tuntas dan belum memberikan manfaat untuk masyarakat.
Melalui temuan BPK RI, yang menunjukan pola kerja dinas ini patut menjadi atensi aparat penegak hukum (APH).
Kepala DPKP Kepri Said Nursyahdu, menerbitkan SK ke salah satu pejabat fungsional DPKP Kartini Srikandi, menguasakan, mengelola sekitar 700 paket pengadaan di 2023.
“Logikanya, pegawai yang hanya jabatan fungsional dinas, tidak punya skill dan pengalaman dalam bidang proyek, mengurusi 700 paket yang target pelaksanaannya 260 hari kerja. Akhirnya, ratusan proyek tersebut diduga terjadi beragam penyimpangan, tabrak aturan dan tidak tuntas,” ungkapnya, Jumat (22/1).
Anehnya, walaupun tanggung jawab kerjanya tidak tuntas, terindikasi korupsi, gagal kerja dan bermasalah, tapi dilantik Gubernur Kepri pada Januari 2024 kemarin. Apakah melantik seseorang pada jabatan tertentu, penilaian kinerja tidak diperhitungkan. Jadi pelantikan promosi jabatan itu berdasarkan apa?
“Proyek pembangunan rumah suku laut salah satu tanggung jawabnya tak tuntas, kok di lantik di posisi strategis. Kami curigai ada jual beli jabatan dalam posisi tersebut,” tambahnya.
Senada dengan itu, salah satu pegawai DPKP Kepri (namanya dirahasikan-red), membeberkan berbagai indikasi penyelewengan yang terjadi. Tahun 2023 kepala DPKP mengeluarkan SK ke pegawai jabatan fungsional, yang bukan pada bidangnya, bukan orang teknis, tidak ada keahlian untuk proyek, dimandatkan sekitar 700 kegiatan, yang batas waktunya sempit.
“Saya rasa 5 orang yang ahli dalam bidang ini pun, dengan jumlah proyek yang sebanyak itu dalam waktu terbatas, tidak akan maksimal berjalan baik dan benar. Satu kegiatan saja pasti ada masalahnya, bisa kelimpungan juga. Ini 700 paket di SK-kan ke satu orang yang tidak tepat, kendati di dinas itu terdapat banyak pegawai berkompeten dan lebih pas untuk pekerjaan tersebut,” bebernya.
Logikanya, apabila Kadis Said Nursyahdu memprioritas kemajuan pembangunan, mengutamakan kepentingan umum melalui kegiatan di DPKP, agar berjalan maksimal sesuai visi misi daerah dan peruntukannya, sudah tentu Said Nursyahdu tidak akan mengeluarkan SK ke pegawai yang tidak mempunyai keahlian dengan jumlah kegiatan yang fantastis..
“Ini menunjukan perspektif yang lebih fokus mengejar keuntungan dari nilai plus pembangunan. Secara normatif, konsekuensi SK-nya yang secara tak langsung mengabaikan proses kelangsungan pembangunan dan kepentingan umum, dan lebih kepada kepentingan pribadi dan kelompok,” tutupnya. (red)