Manajemen dan sistem pengelolaan/operasional kapal MV Lintas Kepri Milik Pemprov Kepri yang dibuat oleh Dishub Kepri bersama PT Pelabuhan Kepri diduga kuat terjadi konspirasi KKN, sehingga Pemprov Kepri kehilangan pendapatan dari Kapal ini. Parahnya lagi, hasil dari kapal tersebut tidak pernah disetorkan ke kas daerah, dan ini jelas berpotensi merugikan uang negara
KEPRINEWS – Salah satu pejabat (namanya dirahasiakan) yang pernah bertugas di Dinas Perhubungan Kepri, kepada KepriNews.co Kamis (23/07/2020) membeberkan sejumlah indikasi yang berpotensi merugikan negara yang terjadi lewat kapal ferry Lintas Kepri milik pemerintah provinsi
“Saat itu saya masih bertugas di Dishub. Kalau kita bicara dari awal tender kapal ini mengenai harga, itu jelas dugaan mark up-nya. Sebab dengan kondisi kapal seperti itu, pada saat itu harga barunya jauh dengan pagu anggaran, dilihat dari spesifikasi dan eksistensi kapal tersebut. Perlu digaris bawahi, bahwa saat penyerahan MV Lintas Kepri, jelas dalam surat surat serah terima barang ditulis bahwa Dishub yang harus mengelolanya sendiri, bukan pihak ketiga,” tuturnya.
Walaupun itu diserahkan lagi ke pihak ketiga, seharusnya wajib dilelang. Tapi ini hanya dilakukan penunjukan langsung. Parahnya lagi, harga nilai kontrak operasional kapal itu ditentukan oleh PT Pelabuhan Kepri sendiri yang merupakan pihak ketiga. Jadi hal ini memberikan peluang besar terjadinya indikasi kongkalingkong memperkaya diri sendiri dan negara dirugikan.
“Kalau saya mau buka semua, itu nanti dibilang tendensius pula karena tidak memiliki data penunjang. Namun saya hanya memberikan sebatas informasi yang benar seputar manajemen yang diciptakan oknum-oknum tersebut untuk pengelolaan kapal ini sebagai barang milik daerah.
Ada kejanggalan juga dari hasil kapal ini lewat PT Pelabuhan Kepri, yang kalau diusut oleh pihak penegak hukum, ini pasti akan terbuka lebar semua. Seharusnya hasil dari kapal ini wajib langsung masuk ke kas daerah dengan batas waktu yang ditentukan sesuai aturan, sebab kapal ini milik pemerintah daerah, Dishub hanya sebagai pengelola.
Yang terjadi itu terbalik, malahan PT Pelabuhan Kepri mengelola, menentukan dan menej hasil kapal kapal milik negara ini dengan mengabaikan hak-hak negara yang seharusnya disetorkan ke kas daerah. Apakah itu diperbolehkan uang negara tidak disetorkan dan dikelola secara tidak transparan? Negara telah mengeluarkan anggaran yang besar untuk pembelian MV Lintas Kepri agar bisa menghasilkan atau mendongkrat keuangan daerah. Jadi dengan sistem yang dibuat membuka peluang korupsi, dan kesepakatan di luar aturan yang benar.
Tujuan Pemprov Kepri untuk diadakan tender pembelian Kapal MV Lintas Kepri ini untuk memberikan peningkatan pendapatan daerah. Dishub pada waktu itu mencatat kapal MV Lintas Kepri pada KIB B dengan nilai sebesar Rp26.458.791.667,00. Kapal ini kemudian diserahkan kepada PT Pelabuhan Kepri berdasarkan berita acara serah terima operasional nomor 001/BASTO-MV.LK/VI/2017 tanggal 5 Juni 2017. Diperpanjang melalui serah terima operasional nomor 002/BASTOMV.LK/XI/2018.
“Yang penting kalau pak wartawan mau ekspos tolong jangan bawa-bawa nama saya. Intinya kasus ini bila dibuka atau pihak berkompeten melakukan pemeriksaan, akan nampak dugaan kuat korupsi yang terjadi,” ungkapnya.
Wakil Ketua Lembaga Pemantau Kinerja Pemerintah Jay manambahkan kepada KepriNews.co via seluler tadi pagi Jumat (24/07/2020) lewat temuan BPK jelas terungkap sejumlah indikasi korupsi yang perlu penanganan hukum yang serius. Lewat berita acara pernyerahan operasional kapal ke perusahaan tersebut yang ditandatangani oleh Kadishub (pada waktu itu-red) bersama Direktur PT Pelabuhan Kepri, dimana kewajiban pihak kedua, dalam hal ini PT Pelabuhan Kepri, tertulis menggunakan kapal tersebut sebagaimana tugas dan fungsi serta tidak
memindahtangankan tanpa persetujuan secara tertulis dari Dishub.
Saat mengembalikan kapal tersebut dalam keadaan baik dan lengkap, serta bertanggung jawab atas keamanan, pemeliharaan, penggunaan, dan pengelolaan kapal. Berita acara tersebut tidak memiliki batas waktu dan tidak mengatur mengenai hak atau pembayaran atas penggunaan kapal
Fakta yangb terjadi PT Pelabuhan Kepri setelah itu membuat perjanjian kerja sama Nomor UM.58/1/7/PK-18 Tanggal 21 Februari 2018 dengan PT Prima Buana Indah untuk melakukan operasional bersama kapal MV Lintas Kepri. Perjanjian kerja sama tersebut berlaku selama tiga tahun dengan pembagian hasil laba/rugi operasional untuk PT Pelabuhan Kepri sebesar 60% dan PT Prima Buana Indah sebesar 40%.
PT Pelabuhan Kepri membukukan pendapatan dari pengoperasian kapal MV Lintas
Kepri sebesar selama Tahun 2019 Rp1.418.808.202,00. “Kesepakatan yang terjadi ini sudah jauh melenceng dari tujuan dan kesepakatan awal antara Pemprov Kepri dan Dishub,” singkatnya.
Dalam temuan BPK diungkapkan Pemprov Kepri selaku pemilik aset tidak mendapatkan pendapatan dari pengoperasian kapal MV Lintas Kepri tersebut selama Tahun 2019, baik dalam bentuk dividen maupun pembagian keuntungan operasional. Kondisi tersebut terlihat, dugaan konspirasi yang merugikan keuangan negara.
Dalam Perda Kepri Nomor 3 Tahun 2018 tentang pengelolaan barang
milik daerah tertulis pada pasal 49, kerja sama pemanfaatan barang milik daerah dengan pihak lain dilaksanakan dalam rangka mengoptimalkan daya guna dan hasil guna barang milik daerah, meningkatkan penerimaan/pendapatan daerah.
Pada Pasal 51 ayat (1) secara gamblang dikatakan (huruf f) mitra KSP harus membayar kontribusi tetap setiap tahun selama jangka waktu pengoperasian yang telah ditetapkan dan menyetor pembagian keuntungan hasil KSP ke Rekening Kas Umum Daerah. Besaran pembayaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan hasil KSP ditetapkan dari hasil perhitungan tim yang dibentuk oleh pengelola barang untuk barang milik daerah.
Manajemen Operasinal MV Lintas Kepri Membuat Pemprov Kepri Kehilangan Pendapatan Dari Kapal MV Lintas Kepri
“Kami sangat berharap dan mensupport pihak penegak hukum untuk memproses hukum kepada oknum-oknum yang terlibat dalam operasinal kapal ini yang membuat daerah kehilangan pendapatannya. Dilihat dari temuan BPK, sejumlah indikasi KKN itu sangat jelas, dan sistim kerja sama operasional kapal tidak sesuai dengan kesepakatan awal, akhirnya hasil dari kapal itu hanya memperkaya sepihak dan merugikan negara,” tutupnya. B E R S A M B U N G (Redaksi01)