KEPRINEWS – Bertempat di ruang rapat DPRD Kota Tanjungpinang Rabu (19/2-2020), Ketua Komisi I Noviandi Fatir didampingi Wakil Ketua Komisi arta uli sihombing, Agus Chandra Wijaya, Ria ukur Gondang dan Dicky Novel menerima kedatangan insan pers yang mewakili dari SPRI
Pertemuan itu menghadirkan Kadis Kominfo Abdul Kadir Ibrahim, Kepala Inspektorat Tengku Dahlan. Substansi pembahasan pada pertemuan tersebut, pihak pers meminta keadilan pada perbedaan status yang terjadi saat ini untuk kerja sama antara pihak perusahaan pers dan pemerintah. Dimana, saat ini pemerintah hanya menerima kerja sama dengan perusahaan pers yang telah terverifikasi, sementara yang belum terverifikasi, tidak dilakukan MoU.
Perlakuan tidak adil yang dilakukan pemerintah dengan dasar verifikasi, dimana ketentuan ini tidak berdasarkan UU Pers, tidak memiliki dasar hukum yang jelas, bahkan dewan pers sendiri tidak pernah mengeluarkan surat rekomemdasi untuk tidak bisa bekerja sama dengan perusahaan pers yang belum terverifikasi. Pasalnya, itu hanya administrasi antara perusahaan pers dan dewan pers (internal-red), dan bukan dijadikan dasar atau acuan pemerintah dalam melakukan kerja sama.
Menurut Solihin selaku Pimpinan Serikat Pers Republik Indonesia (SPRI), dikatakannya bukan dewan pers yang mengkaji atau mendirikan sebuah perusahaan pers dan pengambil kebijakan. Pasalnya pers bekerja sesuai UU Pers nomor 40 tahun 1999. Untuk diketahui, kapasitas keberadaan dewan pers dan perusahaan pers itu sama-sama bernaung pada UU nomor 40.
Dengan sikap Pemda yang mengkotak-kotakan perusahaan pers dengan ukuran verifikasi, maka kebijakan pemerintah untuk menentukan nominal MoU-nya dengan tiap-tiap perusahaan pers secara tidak langsung melemparkan bola adu domba. Seperti data yang dipegang oleh SPRI, dana publikasi yang diplotkan bervariasi.
“Jangan adu domba kami sebagai insan pers dengan menjadikan media yang terverifikasi dan tidak. Sampai sekarang pun dewan pers tidak bisa memverifikasi semua media yang ada. Tidak ada instruksi UU pers untuk menyatakan perusahaan itu wajib terverifikasi ke dewan pers,” tegasnya.
Ditambahkan lagi oleh salah satu unsur pimpinan SPRI, bahwasannya perusahaan pers yang berbadan hukum serta mendapat izin dari Kemunham itu yang sah, bukan dari dewan pers yang menentukan sebuah perusahaan pers berjalan atau tidak.
“Dewan pers itu sama dengan kami, sama-sama bernaung dalam undang-undang pers,” tambah solihin. Tidak mungkin juga perusahaan pers mempekerjakan orang yang tidak mengerti dunia jurnalistik. Sekalipun orang itu dipekerjakan, pasti dilatih, karena setiap penulisan juga ada saringan, itu pada tingat editor, redaktur dan Pimred.
Ungkapan dari pihak SPRI, direspon baik oleh Abdul Karim. Ia menceritakan sebagai mantan pers yang pernah terjun dalam dunia jurnalistik, setuju untuk tidak diperlakukan dengan cara mengkotak-kotakan, memilah-milah setiap perusahaan pers yang melakukan kerja sama.
Singkat cerita, hasil dari pertemuan tersebut, disimpulkan oleh pemimpin rapat Noviandi, akan segera menindaklanjuti apa yang telah dibicarakan pada waktu dekat ini, dan akan menyurati Walikota sehingga kebijakan pemerintah untuk menentukan sikap untuk hal ini segera terlaksana sesuai aturan dan keputusan bersama nanti. (Lanny)