KEPRINEWS – Kepala DKP Kepri T.S Arif Fadilah menyampaikan bahwa Masyarakat Pulau Jaga lebih kurang 30 KK memiliki komoditas utama rumput laut. Ini sangat menggembirakan karena rumput laut sangat potensial dikembangkan di Kepri.
“Pemasarannya pun sangat potensial untuk pasar dalam negeri maupun luar negeri. Kecamatan Moro di Kabupaten Karimun ini dikategorikan sangat layak untuk membudidayakan rumput laut” ungkapnya.
Menurut Arif, DKP Provinsi Kepri juga telah memberikan bantuan baik berupa dana maupun pembinaan dan pengawasan untuk meningkatkan produksi rumput laut, sehingga memberikan dampak positif bagi masyarakat tempatan.
Hal senada juga dibeberkan oleh Kepala Bidang Perikanan Budidaya, Ulia Fachmi, S.Pi, M.Si mengatakan bahwa Rumput laut merupakan komoditas unggulan perikanan budidaya yang sangat potensial untuk dibudidayakan di Kepulauan Riau salah satunya tersebar di perairan Kecamatan Moro, Kabupaten Karimun.
“Saat ini, Budidaya Rumput laut yang berkembang menggunakan teknologi sederhana, dengan periode pemeliharaan yang singkat dan tidak memerlukan modal usaha yang besar sehingga mudah diterapkan,” sebutnya.
Selain itu, kata Ulia peluang pasar rumput laut cukup potensial baik pasar didalam negeri maupun luar negeri. Di Kecamatan Moro, Kabupaten Karimun, lokasi pengembangan budidaya rumput laut dengan kategori sangat layak diperkirakan seluas 110 km² umumnya tersebar di sekitar garis pantai pulau Sugi dan pulau-pulau kecil sekitarnya serta sebagian kecil di Pulau Combol dan Pulau Sugi bawah.
“Saat ini, Jumlah kelompok pelaku usaha budidaya rumput laut di Kecamatan Moro sebanyak 11 kelompok atau berjumah 130 Kepala keluarga yang tersebar di Kelurahan Moro, Desa Sugi dan Desa Nyiur Permai, dengan produksi pertahun 6461 ton atau 646 ton kering dengan asumsi (10 kg basah = 1 kg kering),” ungkapnya.
Ulia menjelaskan darana dan prasarana yang digunakan dalam melakukan aktivitas budidaya rumput laut di Kecamatan Moro terdiri dari sarana penyediaan bibit rumput laut, sarana penanaman, pengumpulan, penampungan dan pengolahan pasca panen.
“Sejauh ini sarana yang ada masih terbilang kurang memadai jika dibandingkan dengan potensi yang besar, namun Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau Melalui Dinas Kelautan dan Perikanan telah memberikan bantuan dari tahun 2019 s/d tahun 2021 berupa kebun bibit 1 untit dengan luas 2,5 ha dengan jenis Eucheuma Cottonii, sarana penanaman 15 unit metode apung (long line) dan metode lepas dasar, 18 unit sampan dan boat pancung dan 3 gudang rumput laut,” tegasnya.
Karena menurutnya, Rumput laut yang diproduksi pembudidaya umumnya dijual dalam kondisi kering. Harga ditingkat pembudidaya yaitu sebesar Rp. 11.000, jika di kompilasikan produksi rumput laut dalam produksi per siklus selama 45 hari sebesar 2 Ton x 90 KK = 180 Ton. Dalam satu Tahun terdapat 7 siklus panen sehingga jumlah produksi per tahun 180 Ton x 7 Siklus = 1.260 Ton Rumput laut basah.
“Dari jumlah 1.260 Ton Rumput Laut basah jika dikering kan menghasilkan jumlah sebesar 126 Ton rumput laut kering. Dimana harga jual rumput laut kereing/kg Rp. 11.000 sehingga di perkirakan nilai ekonomi rumput laut kering mencapai 126.0000 kg x Rp. 11.000 = Rp. 1.386.000.000.
Pendapatan rata -rata pembudidaya rumput laut per tahun adalah1.386.000.000 : 90 KK = Rp.15.400.000,” ujarnya.
Kata Ulia, dari Potensi yang pesat pada sisi produksi tersebut terkendala oleh masalah pemasaran dan rendahnya harga tingkat pembudidaya. Beberapa faktor yang diduga mempengaruhi rendahnya kualitas produk, panjangnya saluran distribusi, tingginya biaya transportasi, ketidak jelasan harga dan ketidak harmonisan hubungan antara pembudidaya dengan pedagang.
Karena, kata Ulia, Rendahnya kualitas rumput laut disebabkan oleh tingginya permintaan di pasasr domestik dan dunia yang menyebablkan pembudidaya melakukan pemanenan pada umur yang kurang dari 45 hari. Hal ini mengakibatkan penurunan kualitas produk dan pada akhirnya harga menurun drastis. Faktor lain yang mempengaruhi rendahnya harga yang diperoleh pembudidaya rumput laut adalah penjangnya saluran distribusi yang ditempuh oleh produk tersebut.
“Untuk sampai ke industri pengolahan dalam negeri dan eksportir, diperlukan beberapa langkah, mulai dari pembudidaya ke pedagang pengumoul atau pedagang lokal, kemudian oleh pedagang pengumpul dijual ke pedagang antar pulau. Pedagang antar pulau ini membawa Gracilaria sp ke industri pengolahan dan eksportir,” imbuhnya.
Perbedaan jarak antara sentra produksi ke industri pengolahan menyebabkan biaya yang dikeluarkan disetiap pedagang akan berbeda-beda. Hal ini yang menyebabkan rendahnya harga yang diterima pembudidaya, Rumput laut Pemasaran untuk tujuan ekspor melalui pengepul yang ada di Kecamatan Moro dengan Penjualan dilakukan ke pengumpul yang ada di sekitar pulau kemudian di jual dan ditampung di gudang penampungan induk yang terletak di Kota Batam. (*)