
KEPRINEWS – Proyek pengadaan ganti rugi lahan untuk Tempat Pembuangan Akhir (TPA) seluas 2 hektar di Jalan Tanjung Permai Arah Pasar Baru RT 12/RW 02 Tanjung Uban Selatan, Kecamatan Bintan Utara, yang dilaksanakan oleh Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Perkim) Kabupaten Bintan nilai anggaran APBD 2018 sebesar Rp2.440.100.000, diduga kuat terjadi lahan korupsi yang merugikan negara dan pemilik lahan.
Pada pelaksanaan ini, Ketua tim pengadaan lahan adalah Kadis Perkim, Heri Wahyu, bersama 5 anggota tim lainya dari sejumlah Pejabat Bintan.
Salah satu pejabat yang terlibat dalam pengadaan lahan saat itu (namanya tidak mau disebut), kepada KepriNews.co, Selasa (07/062022), membeberkan indikasi korupsi yang terjadi dalam pembayaran lahan dan proses kegiatan tersebut yang telah dilakakun.
Dijelaskanya, bahwa lahan itu ternyata bermasalah. Kawasan itu berada di zona hutan produksi terbatas (HPT) seluas 5.711 Meter persegi. Lahan ini juga terjadi tumpang tindih dan diklaim sejumlah pihak, diantaranya lahan milik Maria dengan SHM Nomor 390 tahun 1997, lahan milik Suzana dengan SHM Nomor 196 tahun 1997, lahan milik Thomas dengan SHM Nomor 406 tahun 1997, dan SKT Nomor 32 tahun 1995 atas nama Chaidir.
“Sangat jelas unsur melawan hukum atas dugaan korupsi yang bermuara pada kerugian negara. Tanah tersebut berdasarkan NJOP dinilai seharga Rp82 ribu per-meter. Kemudian tim apraisal menilai ganti rugi sebesar Rp122 ribu per-meter. Sayangnya sampai saat ini lahan itu tidak bisa dipergunakan membangun TPA karena masih bersengketa, dan realisasi pembayaran tidak dilakukan semestinya,” ucapnya.
Luas lahan yang dibeli 2 hektare menguras anggaran APBD 2018 sebesar Rp2,44 miliar. Sementara realisasi pembayaran yang baru diterima pemilik lahan senilai Rp450 juta.
Ditambahkan oleh Sekretaris Lembaga Pemantau Kinerja Pemerintah (LPKP), Lanny, meminta pihak Kejaksaan Bintan yang telah melakukan proses hukum dan telah memeriksa belasan orang saksi, agar kasus ini dapat secepatnya ditetapkan tersangka.
“Tak perlu menunggu hasil audit BPK lagi, sebab unsur pidana korupsinya jelas, dan penyelidikan pihak kejaksaan terus berjalan. Dari sejumlah pemberitaan media, ditulis Kejari Bintan masih menunggu penghitungan Tim Audit BPK. Kecuali kasus yang berkaitan dengan administasi dan butuh perhitungan yang detail, baru boleh beralasan tunggu audit BPK. Sebab tidak ada aturan hukum yang menginstruksikan penetapan tersangka kejaksaan harus menunggu hasil audit BPK,” terangnya.
Menurutnya, pejabat yang bertanggungjawab atas kerugian negara yang terjadi dan penyelewengan yang dilakukan itu adalah Kadis Perkim Herry Wahyu. Selain dia Kadis Perkim saat itu (2018-red), Herry juga sebagai Ketua tim Pengadaan lahan pada kegiatan ini.
Sampai saat ini, KepriNews.co belum dapat mengkonfirmasi Herry Wahyu. Sampai berita ini diterbitkan beliau tidak dapat dihubungi. (*)