KEPRINEWS – Diketahui, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kepri, melakukan pengadaan seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), kuota keseluruhan formasi 4.495 pegawai.
Jumlah ini, dibagi 2 gelombang tahapan, yang sudah dimulai sejak 1 Oktober hingga 20 Oktober 2024. Baru gelombang I, sudah terjadi polemik, kegaduhan di kalangan tenaga honorer.
Alktivis mahasiswa Tanjungpinang, Josua, kepada keprinews.co, Kamis (7/11), usai melaporkan indikasi manipulasi data yang terjadi di sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemprov, menekankan hal ini sangat merugikan tenaga honorer, Pegawai Tidak Tetap (PTT) yang telah berdedikasi dan mengabdi terhadap pemerintah daerah.
“Sebetulnya, jumlah kuota tiap formasi yang ada, sudah pas dengan jumlah tenaga honor yang ada di Disdik, Dinkes, RSUP. Disebabkan ada honor siluman, titipan yang bisa mendapatkan SK dan surat pengalaman kerja bodong, walapun bukan bekerja di OPD terkait, membuat kuota formasi PPPK tenaga teknis, guru dan kesehatan, bertambah,” tuturnya.
Hal ini jelas menabrak Undang-Undang (UU) nomor 22 tahun 2024, pasal 66, tentang kebijakan penyelesaian pegawai non ASN, tenaga non ASN untuk mendaftar PPPK di unit kerja masing-masing yang diusulkan OPD sesuai dengan kualifikasi pendidikan data by name.
“Selain merupakan pelanggaran hukum, rejeki orang dicuri, permasalahan honor fiktif ini tidak boleh dibiarkan. Kebiasaan manipulasi atau pemalsuan data harus ditindak tegas. Apa lagi menjadi kesempatan terkahir yang menetukan masa depan mereka,” pungkasnya.
Lanjutnya, esensi laporan ke Kejati tadi, yaitu, indikasi tenaga honorer fiktif yang terdata di database BKN.
Pemalsuan data honorer untuk keperluan pengadaan seleksi PPPK. Dugaan intervensi BKD ke sejumlah OPD untuk melakukan pemalsuan data penerbitan surat pengalaman kerja yang bukan berdinas di OPD tersebut.
Jadi, dengan adanya kongkalikong oknum pegawai BKD dengan Tim Verifikator OPD terkait, membuat formasi kacau.
Seirama dengan itu, sejumlah tenaga honor di Disdik Kepri, kepada media ini, mengatakan, bahwa sebelum dilakukan seleksi PPPK, sudah didata jumlah honor memenuhi syarat, telah sesuai dengan kuota formasi.
Setelah pelaksanaan seleksi dimulai, barulah terjadi perubahan, di mana ada peserta seleksi yang tidak memenuhi syarat, dinyatakan memenuhi syarat.
Parahnya lagi, dengan adanya honor gadungan, titipan, bukan berdinas di Disdik, membuat ancaman serius kepada tenaga honor yang berhak untuk mendapatkannya. Akhirnya terjadi kelebihan kuota. Jelas membuat persaingan yang tidak prosedur.
“Kami sudah ke BKD, Sekda, tapi sampai hari ini kami hanya mendapatkan jawaban yang tak pasti, seperti bola di tendang ke sana ke sini. Kami hanya berharap keadilan. Kami minta APH untuk memantau proses seleksi ini, bila terjadi pelanggaran hukum agar ditindaklanjuti,” ungkap salah satu honorer Disdik.
Ketua Lembaga Pemantau Kinerja Pemerintah (LPKP) Mhd Hasin, menambahkan, karena sudah duluan aktivis melapor dengan materi yang sama, jadi kami akan ambil dari sisi lain, namun tetap berkaitan dengan tenaga honor.
“Kami akan melayangkan surat ke kementarian terkait untuk melakukan seleksi yang benar sesuai prosedur. Biar BKD Kepri, panitia pengadaan seleksi PPPK tetap memprioritaskan tenaga honor yang prosedur, tidak cacat administrasi, dari honor titipan yang tidak prosedur,” tutupnya. (tim)