Kontraktor yang mengambil material seperti pasir, batu bersumber dari tambang ilegal itu sama halnya mengambil barang curian atau disebut penadah. Setiap perusahaan konstruksi yang mengerjakan proyek pembangunan, apalagi proyek pemerintah harus menggunakan material Galian C yang resmi bukan material tambang ilegal.
KEPRINEWS – Melihat marak-nya, sejumlah perusahaan konstruksi/kontraktor pelaksana dalam membeli material ilegal yang sesuai dengan produk hukum. Termasuk pengawasan ketat pemerintah daerah dan penegak hukum untuk memantau sumber material yang digunakan.
Hal ini dikatakan oleh salah satu kontraktor di Kepri MR (insial), yang telah kesekian kali mengerjakan proyek pemerintah di sejumlah kabupaten/kota wilayah Kepri. Bahkan MR sering bekerjasama dengan perusahaan konstruksi berskala besar, contoh sederhana kegiatan truk molen pada pelaksanaan menggunakan material dari tambang ilegal.
Proyek Infrastruktur Gunakan Material Ilegal Dapat Dipidana 5 tahun & Denda Uang Rp100 Miliar
MR menyayangkan melihat perusahaan konstruksi/kontraktor pelaksana yang membeli bahan bangunan berupa pasir dari tambang ilegal. Salah satu kawasan yang ditempati oknum penambang pasir ilegal seperti di Lingga dan sejumlah daerah lainnya di Kepri.
“Saya melihat dan sering bertanya kepada teman saya beberapa pekerja, termasuk sopir truk mixer di perusahaan yang berada di Tanjungpinang, dari mana pemasok pasir. Apakah dari tokoh bangunan, penampung resmi atau tambang ilegal. Rata-rata jawabannya dari sumber pemasok yang terindikasi ilegal, Disini terlihat tidak ada pengawasan ketat oleh instansi terkait dan berkompeten dalam hal ini. Pada hal perbuatan itu adalah perbuatan pidana yang jelas melanggar hukum,” ungkapnya.
Intinya, perusahaan yang menerima berbagai jenis material dari penambangan ilegal untuk pembangunan proyek bisa dipidana sesuai instruksi hukum yang berlaku, artinya kontraktornya dapat dipidana.
Ditegaskannya kontraktor yang mengambil pasokan bahan baku dari tambang ilegal itu sama halnya mengambil barang curian atau bisa disebut penadah.
Undang-Undang nomor 3 Tahun 2020 tentang perubahan UU nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, berbunyi bahwa yang dipidana adalah setiap orang yang menampung/pembeli, pengangkutan, pengolahan, dan lain lain. Bagi yang melanggar, maka sanksi pidana penjara maksimal 5 tahun dan/atau denda uang sampai Rp100 miliar.
“Coba dicek dan diselidiki perusahaan yang mempunyai, menggunakan truk molen, khususnya yang melaksanakan kegiatan pembangunan atau proyek infrastruktur pemerintah di Tanjungpinang-Bintan, mengambil pasir dari mana? Pastikan sumber material yang dibelinya apakah dari tambang ilegal atau resmi. Mana saja yang dikatakan resmi, dan mana saja yang terindikasi ilegal,” ucapnya dengan nada bertanya.
Omset Penjualan Pasir Dari Tambang Ilegal Meningkat
Berdasarkan Informasi dan fakta di lapangan yang terjadi di sejumlah lokasi tambang pasir di Kepri, lewat sopir lori pengangkut pasir (namanya dirahasiakan-red) membeberkan, bahwa saat ini hasil penjualan pasir meningkat. Omset-nya terus naik. Jumlah pemesan dari lokasi pembangunan baik itu proyek pemerintah dan developer terus bertambah.
“Saya dan pembeli bersama-sama tau, bahwa pasokan pasir yang di angkut ini dari usaha tambang yang tidak memiliki dokumen izin lengkap alias ilegal. Makanya kami pun sopir harus pinter-pinter menjawab pertanyaan dari manapun menyangkut asal pasir bila ditanya. Saya tidak paham sangat hukum, tapi saya tahu perbuatan ini bagian dari usaha yang dapat dipindana karena menabrak aturan,” tutupnya. (TIM)