IUP & CNC-nya sudah dicabut tanggal 23 November 2016, perpanjangan IUP terbit tanggal 22 Desember 2016….kok bisa?
KEPRINEWS – Melihat upaya melawan hukum yang secara terang-terangan dilakukan oleh PT Telaga Bintan Jaya (TBJ) pada aktivitas pertambangan dan ekspor bauksit ke China, dengan volume ekspor tahun 2020 sudah 5 kali dari pelabuhan yang tidak memiliki izin yang benar.
Dengan adanya statement beberapa waktu lalu oleh Kepala Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan Kelas III (Syahbandar) Dabo Singkep Horlen R Siahaan, yang dalam pernyataannya itu, dinilai telah berkonspirasi dan dugaan penyalahgunaan wewenang dengan memberikan izin berlayar kepada armada pengangkut bauksit dari pelabuhan tanpa izin.
Direktur Utama PT TBJ kepada KepriNews dikatakan bahwa izin untuk pelabuhan itu ada. “Tidak mungkin pelabuhan yang dipakai itu tidak ada izin. Apa lagi Syahbandar telah memberikan rekom untuk berlayar, itu tandanya sudah sesuai prosedur,” ungkapnya.
Hal ini ditepis oleh Ketua LSM GETUK Yusri Sabri, seputar izin pelabuhan yang dikatakan sudah sesuai aturan. Dicerna secara hukum Pasal 339 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, dijelaskan setiap pemanfaatan garis pantai untuk melakukan kegiatan tambat kapal dan bongkar muat barang di luar kegiatan di pelabuhan, Tersus, TUKS, wajib memiliki izin.
Setiap perusahaan pemilik Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi yang melakukan pengangkutan bahan tambang dengan memanfaatkan garis pantai untuk kepentingan sendiri di luar kegiatan di pelabuhan, Terminal Khusus (Tersus), dan Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS) wajib memiliki izin.
Sementara kelengkapan dokumen pertambangan khususnya aktivitas ekspor ke luar negeri PT TBJ di Kabupaten Lingga, dari Pemda sendiri dalam hal ini Dinas PUPR Lingga, belum pernah memberikan rekomendasi pemanfaatan bibir pantai untuk pelabuhan atau Jetty yang digunakan PT TBJ sebagai pelabuhan.
“Yang dibilang itu izin pelabuhan dari pihak PT TBJ, itu bukan izin, tapi masih bersifat pengajuan. Masalahnya, dari Pemprov sendiri belum mengeluarkan rekom izin pelabuhan itu. Jadi pihak PT ini langsung bermain ke pusat seputar izin pelabuhan. Sementara kalau rekom dari pusat itu berbeda jenis dan kualifikasi pelabuhannya. Yang kategori pelabuhan untuk aktivitas pertambangan, harus rekom dari Pemda, minimalnya Pemprov Kepri,” tuturnya.
Laporan dari LSM Getuk nantinya ke Mabes dan KPK, intinya, pertama Syahbandar Dabo Singkep memberikan izin berlayar dari pelabuhan yang tidak memiliki izin yang berkekuatan hukum yang sah. Artinya, izin pelabuhan yang dipakai itu belum menjadi izin yang sah, secara administrasi masih dalam tahapan pengajuan dan pengajuan itu bukan izin. Fatalnya, pelabuhan yang tidak berizin, bisa-bisanya dianugerahkan izin berlayar untuk ekspor biji bauksit ke China, dengan volume ekspor tahun 2020 telah 5 kali .
Sekilas info, eksploitasi zona pertambangan PT TBJ, yang telah diekspor sepanjangan tahun 2020 ini, dilakukan di Langkap, Desa Bakong, Kecamatan Singkep Barat. Bahkan telah merambah sampai ke Desa Maruk Tua, yang mana kawasan ini secara aturan berkekuatan hukum yang sah dari Pemprov Kepri masuk dalam zona terlarang untuk kegiatan pertambangan atau kegiatan tambang jenis apapun.
“Nanti di edisi atau pemberitaan KepriNews.co selanjutnya dijelaskan poin-poin pelanggaran yang telah dilakukan PT TBJ. Kami hanya ingin perusahaan yang identik dengan kerusakan lingkungan hidup harus mentaati aturan, bukan mensiasati aturan. Aktivitas ini jelas merusak tempat hidup manusia dan makhluk hidup lainnya bahkan merusak pembangunan yang akan datang dari sisi kehancuran lingkungan. Sebagai warga masyarakat kami meminta agar aparat hukum yang ada dapat melakukan tindakan hukum yang benar, untuk kegiatan berizin fiktif pertambangan,” pintahnya. (Redaksi01)