KEPRINEWS – Perhelatan elektoral 2019 telah usai digelar, namun hiruk-pikuk kecurangan praktik politik uang masih terus menerus terdengar. Persaingan kompetesi pemilihan Caleg Legislatif di tingkat kota/kabupaten, provinsi dan RI, ada yang disebut-sebut bermain uang atau melakukan pelanggaran Undang-undang pemilu.
Kontestan pemilihan legislatif yang kompetitif dan kompleks, dimana, pemilihan umum serentak yang baru pertama kali digelar tahun ini, membuat praktik politik uang merajalelah. Indonesia adalah negara hukum. Siapapun dia, tetap harus patuh pada otoritas hukum yang berlaku. Dan siapapun yang melanggar hukum harus disanksikan sesuai instruksi aturan yang ada.
Ironisnya, sampai saat ini, pelaku politik ilegal praktik money politic tidak mendapatkan sanksi hukum yang sudah jelas ketetapan hukum pemilu-nya. Secara gamblang jelas pelanggaran politik uang yang diinstruksikan UU Nomor 7 tahun 2017, pasal 523, poni 1 sampai 3, membuat persepsi masyarkat bertanya-tanya. Hal ini dikatakan oleh Ketua DPW Grind Perindo Kepri, Marwan RD yang ikut bergabung pada FDJA.
“Sangat heran dengan oknum-oknum Caleg yang diduga melakukan permainan uang pada Pemilu, membuat UU nomor 7 tahun 2017 tidak berfungsi sama sekali oleh Bawaslu. Jadi seruan Bawaslu jauh sebelum Pemilu, dimana melarang keras perbuatan politik uang ternyata sebatas slogan atau angin lalu,” ungkapnya.
Kalau tahu seperti ini, tidak serius atau sebatas gertakan Bawaslu saja sanksi pelanggaran Pemilu, kami juga ingin berbuat hal yang sama. Agar mendapatkan hasil suara yang drastis. Jadi pengawas Pemilu, khususnya Bawaslu, sejauh ini, apa yang dilakukannya, dikerjakannya untuk implementasi UU nomor 7 ini? Sejauh ini, pola penanganan pelanggaran Pemilu seperti apa?

Ditambahkan lagi oleh koordinator FDJA, Yusri Sabri, kepada Kepri News lewat via seluler, bahwa perjanjian pertemuan antara Bawaslu dan FDJA dijanjikan hari Selasa (07/05/2019). “Kami sudah begitu sabar menunggu jawaban penegak hukum untuk memberikan sanksi kepada pelaku money politik sesuai dengan aturan yang berlaku.
Serangan fajar dalam pemilu legislatif (pileg) kemarin yang diwarnai dengan uang, ini akan tetap kami pertanyakan, tambah Yusri. Sejauh FDJA melangkah dengan membawa sesuatu yang benar, FDJA tetap akan melakukan aksi demo untuk mempertanyakan kekuatan hukum dan implementasinya terhadap pelaku politik ilegal itu, apa bila hukum tidak diterapkan.
“Kami merasa terzolimi dengan kelicikan, kecurangan permainan uang dalam Pemilu. Hal-hal yang tidak wajar, tidak masuk akal itu fakta terjadi, di beberapa TPS. Apa lagi di TPS yang dilakukan pemilihan ulang, jelas terjadi perolehan suara yang tidak wajar,” ungkapnya.

Intinya, singkat cerita, Selasa tidak ada kejelasan dari pihak Bawaslu, terpaksa demi keadilan, dan ketetapan hukum Pemilu yang berlaku, FDJA melakukan aksi demo di Bawaslu nantinya. Kalau pun tidak ada kejelasan, aksi demo ini akan terus kami adakan untuk satu pertanyaan dan permintaan, agar pelaku dugaan money politic disesuaikan dengan UU nomor 7 tahun 2017, pasal 523, poni 1 sampai 3.
“Dimana tanggungjawab Bawaslu terhadap pelanggaran Pemilu? Selama tidak ada jabawan, pertanyaan dan aksi kami terus berjalan. Tuntutan keadilan dalam Pemilu itu wajib dilakukan dan suatu keharusan Bawaslu menunjukan kepada kami masyarakat untuk taat hukum. Jangan kompromi dengan pelanggaran, jangan melakukan pembenaran terhadap suatu pelanggaran, itu juga pelanggaran hukum. Hal ini tidak boleh didiamkan begitu saja. Karena, kecurangan akan membawa kita pada suatu kehancuran,” tutupnya.
Penulis: Jenly